Sumedang yang Dikenang
Oleh: Vina Maria Agustina
Apa yang terlintas di kepala kita
ketika mendengar nama Sumedang? Biasanya orang akan spontan menyahut, “Tahu
Sumedang”. Memang, kota yang letaknya hanya 45 km dari Bandung ini, sangat
terkenal dengan penganan tersebut. Tahu goreng yang dipotong kotak kecil-kecil
ini memiliki cita rasa gurih nan lezat. Bagian luarnya terasa garing dan renyah
namun lembut pada bagian dalam. Paling enak dimakan selagi panas bersama lontong
dan cabe rawit. Dijamin! Sepotong Tahu Sumedang tidak akan pernah cukup!
Sekarang ini, telah banyak bertebaran
penjaja Tahu Sumedang di daerah atau kota selain Sumedang. Meski serupa, akan
tetapi rasanya tidak akan pernah sama dengan Tahu Sumedang yang dibuat di daerah
asalnya. Konon, air dari tanah Sumedang memiliki kandungan mineral tinggi yang
mempengaruhi rasa dan tekstur dari makanan berbahan dasar kacang kedelai ini. Ya, karena air merupakan
bahan pokok lainnya dalam proses pembuatan tahu.
Bisa saja Tahu Sumedang yang dipasarkan di daerah lain memiliki penampilan serupa, berwarna kecoklatan dengan permukaan yang berbintik-bintik kasar atau curintik (bahasa Sunda) yang khas. Tapi soal rasa, hmm, tak akan tergantikan.
Tidak semua Tahu Sumedang itu Tahu Sumedang. Namun Tahu Sumedang di Sumedang, sudah pasti Tahu Sumedang.
Maka dari itu, wajib sekali bila
bertandang ke kota Sumedang untuk mencicipinya. Atau tidak ada salahnya untuk
sengaja bertandang demi menjajal penganan khas kota Sumedang ini.
Tahu boleh tertelan, akan tetapi rasa
itu akan melekat di hati. Sampai sekarang saya masih mengingatnya meski lama
tidak memakan Tahu Sumedang asli. Tangan ini sudah rindu menenteng bonsang dengan
uap panas yang menguar dari dalamnya.
Namun Sumedang tak hanya memiliki kisah
seputar Tahu-nya yang legendaris itu. Bagi saya pribadi, setiap kali mendengar
nama Sumedang, maka ingatan saya akan melambung jauh ke belakang.
Saat kecil, sering kali saya
menghabiskan waktu libur sekolah di kota ini. Kami sekeluarga berangkat dari
kota asal kami yaitu Cilacap menuju Sumedang dengan menggunakan bus atau
travel. Tidak sulit untuk menyambangi kota yang merupakan salah satu kabupaten
di provinsi Jawa Barat ini, mengingat Sumedang merupakan kawasan perlintasan
antarkota yang menghubungkan Bandung – Cirebon. Masih teringat jelas, deru lalu-lalang
bus dan truk yang kedengaran saat malam hingga dini hari dari kamar tidur yang
saya tempati. Kebetulan dulu, rumah kerabat yang adalah adik dari nenek saya,
terletak di Jl. Prabu Geusan Ulun yang merupakan jalan utama dan dilalui oleh
jalur alternatif antarkota tadi.
Sumedang dalam ingatan saya memiliki
keindahan alam yang asri. Dikelilingi oleh pegunungan, perbukitan, dan hamparan
sawah membentang. Kondisi alam dan letak geografisnya memberikan banyak potensi
wisata yang menarik untuk dikunjungi. Apalagi udaranya yang sejuk dan segar,
menambah nuansa pesona dari kekayaan alamnya.
Tak hanya itu, Sumedang juga menyimpan
segudang cerita sejarah, yang dapat kita telusuri jejaknya melalui sejumlah
situs budaya dan landmark yang terdapat pada beberapa sudut kota. Kita akan
menemukan kisah-kisah heroik dan belajar dari setiap peristiwa-peristiwa yang
terjadi di masa lampau. Sejatinya, situasi dan kondisi yang terjadi saat ini,
terbentuk dari rentetan peristiwa pada masa lalu. Dan saat ini pun, kita tengah
berupaya mencetak sejarah baru. Bukankah hal itu merupakan salah satu hakekat
kita sebagai manusia?
Diharapkan dengan mengetahui sejarah
masa lalu, akan tercipta kehidupan yang lebih baik lagi untuk masa yang akan
datang.
Jasmerah. Jangan
sekali-kali meninggalkan sejarah.
(Ir. Soekarno)
Museum
Prabu Geusan Ulun
Bila
ingin melihat potret Sumedang di masa lalu, maka mengunjungi museum ini merupakan
pilihan yang tepat. Area seluas 1,8 hektare ini menyimpan benda-benda
peninggalan Kerajaan Sumedang Larang juga benda-benda pusaka warisan leluhur.
Terletak di pusat kota, dekat dengan
Alun-alun kota Sumedang sehingga sangat mudah dijumpai. Saya ingat, dulu saat
kecil, kami sekeluarga hanya perlu berjalan kaki dari rumah Nini menuju museum
yang juga terletak di Jl. Prabu Geusan Ulun.
Begitu kaki melangkah memasuki gerbang museum,
kita seolah-olah diajak memasuki dimensi waktu ke masa silam. Dengan enam
bangunan utama yang tersebar di pekarangan museum ditambah halaman museum yang
teduh berpayungi pepohonan langka, sungguh menyejukkan hati.
Bangunan tertua adalah gedung
Srimanganti, didirikan pada tahun 1706 pada masa pemerintahan Dalem Adipati
Tanoemadja. Fungsi gedung di masa itu sebagai tempat tinggal Bupati, beberapa
diantaranya adalah Pangeran Kornel, Pangeran Sugih, Pangeran Mekah, dan Dalem
Bintang. Maka tak heran bila di gedung ini tersimpan foto-foto para bupati
Sumedang dan juga beberapa koleksi baju kebesaran mereka.
Masing-masing gedung memang memiliki
fungsi penyimpanan benda peninggalan yang berbeda-beda.
Cukup banyak koleksi benda-benda
bersejarah yang dapat kita jumpai di museum yang diberi nama Raja terakhir yang
memerintah Kerajaan Sumedang Larang ini. Salah satunya yang paling tersohor
adalah Mahkota Binokasih.
Sumber
gambar: Wikipedia
Mahkota
yang bernama lengkap Binokasih Sanghyang Pake merupakan peninggalan dari
Kerajaan Padjajaran yang memang diberikan kepada Prabu Geusan Ulun.
Peninggalan bersejarah lainnya, berupa
koleksi mata uang kuno baik dari dalam maupun luar negeri, beberapa kitab atau
naskah kuno yang ditulis dari abad ke-18, Meriam Kalantaka peninggalan Belanda
(1656), Gamelan Panglipur peninggalan Pangeran Rangga Gede (1625), serta
beberapa benda peninggalan lainnya.
Monumen Lingga dan
Alun-alun Kota Sumedang
Dari Museum Prabu
Geusan Ulun, kita menyebrang dan berjalan sedikit menuju Alun-alun Kota
Sumedang.
Persis di tengah
alun-alun, berdiri kokoh sebuah monumen yang dinamakan Monumen Lingga. Bangunan
permanen dengan alas berbentuk bujur sangkar yang dilengkapi beberapa anak
tangga. Bagian atasnya berbentuk setengah bola yang terbuat dari pelat tembaga.
Hal itu menggambarkan jika setinggi-tingginya manusia tidak ada yang sempurna,
karena kesempurnaan sejati hanya milik Sang Pencipta
Monumen ini sengaja dibangun oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1922, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa Pangeran Aria Suriaatmadja selama beliau menjabat sebagai Bupati dari tahun 1883 – 1919.
Semasa
jabatannya, Pangerang Aria Suriaatmadja atau dikenal juga dengan nama Pangeran
Mekah, telah banyak berkontribusi membangun kota Sumedang, baik dalam segi
pendidikan, pertanian, peternakan, keagamaan, perekonomian rakyat, kesehatan, kebudayaan,
politik, keamanan, dan lainnya.
Sumber gambar: Wikipedia
Commons
Tak hanya itu,
beliau memimpin dengan adil dan bijaksana juga memiliki etos kerja dan displin
yang tinggi. Pembawaan beliau tenang,
sederhana namun berwibawa. Benar-benar sosok yang pantas dijadikan teladan.
Monumen Lingga tak
hanya menjadi inspirasi bagi warga Sumedang untuk membangun kesejahteraan
kotanya, namun juga menjadi pengingat agar kita sebaik-baiknya menjadi manusia
yang mendatangkan manfaat bagi lingkungan sekitar. Tentunya dengan menjunjung
kepribadian nan luhur dan penuh taqwa, seperti yang telah dicontohkan oleh
Pangeran Mekah.
Setelah puas
menyambangi Monumen Lingga, tentu tak lengkap tanpa mengelilingi Alun-alun Sumedang
yang memang merupakan lokasi tempat berdirimya Monumen bersejarah tersebut.
Apalagi kini Alun-alun
Sumedang telah mengalami revitalisasi dengan wajah barunya yang lebih modern
namun tetap fungsional. Berbeda sekali dengan konsisi alun-alun dahulu yang
hanya berupa halaman rerumputan.
Tepat pada tanggal
14 Maret 2020 kemarin, Gubernur Jawa Barat, Kang Emil meresmikan Alun-alun
Sumedang. Diharapkan dengan wajah barunya ini dapat meningkatkan indeks
kebahagian warga Sumedang, seperti yang juga telah disampaikan oleh Bupati
Sumedang Bapak Dony Ahmad Munir.
Selain ruang hijau
yang rindang dengan pepohonan, terdapat pula arena bermain untuk anak-anak. Bahkan
di salah satu sudutnya terdapat sejarah Bupati-bupati Sumedang.
Pengunjung tak
hanya sekadar duduk santai dan bermain, sekaligustapi juga mengintip sejarah Sumedang.
Refreshing, interaksi, dan edukasi dapat dilakukan sekaligus pada ruang publik kota
Sumedang ini. Tertarik mencoba? Kalau saya, sih, tidak akan menolak!
Benteng Gunung
Kunci
Dari
taman kota, kita akan menuju benteng tua bersejarah, Benteng Gunung Kunci.
Letaknya tak jauh dari pusat kota, dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau
naik angkutan umum dari Alun-alun.
Masyarakat Sumedang sendiri menyebutnya dengan sebutan “Kunci” lantaran terdapat tanda kedua kunci yang menyilang di atas pintu masuk benteng.
Sumber gambar: Okezone.com
Gunung
Kunci sendiri sebenarnya hanyalah sebuah bukit seluas 3, 67 hektare. Menurut kabar yang beredar, Belanda membangun
benteng ini pada tahun 1914 – 1918 lalu mengkamuflasenya menjadi bukit. Barulah
pada tahun 1950, bukit buatan tersebut ditamani pepohonan pinus.
Kini
hal itu membawa keuntungan bagi kota Sumedang. Bayangkan, ada sebuah Taman
Hutan Raya (Tahura) kecil di tengah kota sekaligus benteng bersejarah
peninggalan masa penjajajahan Belanda di dalamnya
Benteng
yang sangat besar ini terdiri dari banyak lorong juga bungker. Secara
keseluruhan bangunan ini terdiri dari 3 lantai. Temboknya pun masih sangat
kokoh meski telah berusia lebih dari satu abad.
Pada
masa kedudukan Jepang, Benteng ini pernah terkena serangan bom. Dan reruntuhannya
masih dapat dilihat sampai sekarang.
Benteng
Gunung Palasari
Taman
Hutan Raya Gunung Palasari letaknya bersebelahan dengan Tahura Gunung Kunci,
hanya dipisahkan oleh jalan raya saja.
Satu
lagi benteng peninggalan jaman kolonial Belanda yang menjadi salah satu cagar
budaya di kota Sumedang, Benteng Gunung Palasari.
Benteng
pertahanan ini terdiri dari delapan buah bangunan. Seperti halnya dengan
benteng-benteng buatan Belanda, temboknya juga terbuat dari beton sekitar 60 cm
tebalnya. Di setiap bangunan terdapat ruangan berukuran 2 x 3 meter. Bila
ditotal, terdapat 27 ruangan yang masing-masing dilengkapi dengan pintu masuk
dan jendela.
Selain
berwisata sejarah, kita juga dapat menikmati keindahan alam sambil menghirup
segarnya udara bersih di Gunung Palasari. Terdapat 205 species flora pada Kawasan
Tahura seluas 3,22 hektare ini . Di antaranya ada Pohon Akasia, Ebony, Pinus,
dan masih banyak lagi. Menapaki jejak sejarah sambil berjalan-jalan menikmati
alam di bawah pepohonan rindang, sungguh aktifitas yang amat menenagkan
sekaligus menyenangkan.
Sama
halnya dengan Benteng Gunung Kunci, Benteng Palasari yang dibangun pada tahun
1913 – 1917 juga masih berdiri dengan kokoh, menjadi saksi bisu sejarah pada
masa penjajahan Belanda.
Kabarnya
PemKab Sumedang berencana untuk mengembangkan wisata kedua Tahura dan kedua
benteng bersejarah di atas, menjadi kawasan wisata terhubung. Karena memang
keduanya memiliki potensi wisata yang cukup menarik. Tak sabar rasanya melihat
perkembangannya ke depan.
**
Saya
pribadi sangat optimis jika Sumedang dapat menjadi destinasi wisata menarik,
terutama bagi pengunjung dari luar kota. Ragam jenis wisata menarik dapat kita
jumpai, salah satunya beberapa contoh wisata sejarah yang terurai di atas. Banyak
kisah-kisah menarik yang dapat kita telusuri dari sudut-sudut kota. Tak hanya
menghibur namun juga memberi pelajaran dan kesan mendalam.
Dengan
penanganan yang apik, dan kerjasama antar PemKab dan masyarakat Sumedang, saya
yakin, hal itu dapat terwujud.
Ah, Sumedang..kau selalu terkenang. (vin)
**
Referensi
Rifan, Ahmad. 2019. Peluang Usaha Pembuatan Tahu Sumedang. Sikoharjo: CV Graha Printama Selaras.
Sutrisman, Dudith. 2018. Mengenal Sejarah Sumedang-ku. Surabaya: CV Garuda Mas Sejahtera.
Sumedang Ekspress.com. Doni: Kami siap membuat kesan positif. Potensi wisata di Sumedang. 11 Desember 2020. https://www.sumedangekspres.com/22830/doni-kami-siap-membuat-kesan-positif/
Jabarprov.go.id. Kabupaten Sumedang. Sejarah Kabupaten Sumedang. 11 Desember 2020. https://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1051
Jelajahnusae.com. Begini Wajah Alun-alun Sumedang yang Instagramable Banget. Wajah baru Alun-alun Sumedang. 12 Desember 2020. https://www.jalajahnusae.com/news/16/03/2020/begini-wajah-alun-alun-sumedang-yang-instagramable-banget/
Sumedangkab.go.id. Profil Sumedang. Monumen Lingga. 11 Desember 2020. https://sumedangkab.go.id/Profile/index/lambang
Kabardaerah.com. Mengenal Sejarah Gunung Kunci, Sumedang, Jawa Barat. Sejarah Benteng Gunung Kunci Sumedang. 12 Desember 2020. https://jabar.kabardaerah.com/mengenal-sejarah-gunung-kunci-sumedang-jawa-barat/
Traveldetik.com. Taman Hutan di Sumedang Ini Punya Benteng Usia Puluhan Tahun. Wisata domestic, Benteng Palasari, Sumedang. 12 Desember 2020. https://travel.detik.com/domestic-destination/d-4865808/taman-hutan-di-sumedang-ini-punya-benteng-usia-puluhan-tahun
TribunJabar.id. Gunung Palasari dan Gunung Kunci Akan Dihubungkan Dengan Kereta Gantung, Kata Bupati Ada Investornya. Pengembangan Kawasan wisata Gunung Kunci dan Gunung Palasari di Sumedang. 12 Desember 2020. https://jabar.tribunnews.com/2019/07/17/gunung-palasari-dan-gunung-kunci-akan-dihubungkan-dengan-kereta-gantung-kata-bupati-ada-investornya
.