Sabtu, 12 Desember 2020

Sumedang yang Dikenang

 

Sumedang yang Dikenang

Oleh: Vina Maria Agustina

 

Apa yang terlintas di kepala kita ketika mendengar nama Sumedang? Biasanya orang akan spontan menyahut, “Tahu Sumedang”. Memang, kota yang letaknya hanya 45 km dari Bandung ini, sangat terkenal dengan penganan tersebut. Tahu goreng yang dipotong kotak kecil-kecil ini memiliki cita rasa gurih nan lezat. Bagian luarnya terasa garing dan renyah namun lembut pada bagian dalam. Paling enak dimakan selagi panas bersama lontong dan cabe rawit. Dijamin! Sepotong Tahu Sumedang tidak akan pernah cukup!

Sekarang ini, telah banyak bertebaran penjaja Tahu Sumedang di daerah atau kota selain Sumedang. Meski serupa, akan tetapi rasanya tidak akan pernah sama dengan Tahu Sumedang yang dibuat di daerah asalnya. Konon, air dari tanah Sumedang memiliki kandungan mineral tinggi yang mempengaruhi rasa dan tekstur dari makanan berbahan dasar  kacang kedelai ini. Ya, karena air merupakan bahan pokok lainnya dalam proses pembuatan tahu.



Bisa saja Tahu Sumedang yang dipasarkan di daerah lain memiliki penampilan serupa, berwarna kecoklatan dengan permukaan yang berbintik-bintik kasar atau curintik (bahasa Sunda) yang khas. Tapi soal rasa, hmm, tak akan tergantikan.

Tidak semua Tahu Sumedang itu Tahu Sumedang. Namun Tahu Sumedang di Sumedang, sudah pasti Tahu Sumedang.

Maka dari itu, wajib sekali bila bertandang ke kota Sumedang untuk mencicipinya. Atau tidak ada salahnya untuk sengaja bertandang demi menjajal penganan khas kota Sumedang ini.

Tahu boleh tertelan, akan tetapi rasa itu akan melekat di hati. Sampai sekarang saya masih mengingatnya meski lama tidak memakan Tahu Sumedang asli. Tangan ini sudah rindu menenteng bonsang dengan uap panas yang menguar dari dalamnya.

Namun Sumedang tak hanya memiliki kisah seputar Tahu-nya yang legendaris itu. Bagi saya pribadi, setiap kali mendengar nama Sumedang, maka ingatan saya akan melambung jauh ke belakang.

Saat kecil, sering kali saya menghabiskan waktu libur sekolah di kota ini. Kami sekeluarga berangkat dari kota asal kami yaitu Cilacap menuju Sumedang dengan menggunakan bus atau travel. Tidak sulit untuk menyambangi kota yang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat ini, mengingat Sumedang merupakan kawasan perlintasan antarkota yang menghubungkan Bandung – Cirebon. Masih teringat jelas, deru lalu-lalang bus dan truk yang kedengaran saat malam hingga dini hari dari kamar tidur yang saya tempati. Kebetulan dulu, rumah kerabat yang adalah adik dari nenek saya, terletak di Jl. Prabu Geusan Ulun yang merupakan jalan utama dan dilalui oleh jalur alternatif antarkota tadi.

Sumedang dalam ingatan saya memiliki keindahan alam yang asri. Dikelilingi oleh pegunungan, perbukitan, dan hamparan sawah membentang. Kondisi alam dan letak geografisnya memberikan banyak potensi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Apalagi udaranya yang sejuk dan segar, menambah nuansa pesona dari kekayaan alamnya.

Tak hanya itu, Sumedang juga menyimpan segudang cerita sejarah, yang dapat kita telusuri jejaknya melalui sejumlah situs budaya dan landmark yang terdapat pada beberapa sudut kota. Kita akan menemukan kisah-kisah heroik dan belajar dari setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Sejatinya, situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, terbentuk dari rentetan peristiwa pada masa lalu. Dan saat ini pun, kita tengah berupaya mencetak sejarah baru. Bukankah hal itu merupakan salah satu hakekat kita sebagai manusia?

Diharapkan dengan mengetahui sejarah masa lalu, akan tercipta kehidupan yang lebih baik lagi untuk masa yang akan datang.

Jasmerah. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.

(Ir. Soekarno)

Museum Prabu Geusan Ulun

            Bila ingin melihat potret Sumedang di masa lalu, maka mengunjungi museum ini merupakan pilihan yang tepat. Area seluas 1,8 hektare ini menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan Sumedang Larang juga benda-benda pusaka warisan leluhur.

Terletak di pusat kota, dekat dengan Alun-alun kota Sumedang sehingga sangat mudah dijumpai. Saya ingat, dulu saat kecil, kami sekeluarga hanya perlu berjalan kaki dari rumah Nini menuju museum yang juga terletak di Jl. Prabu Geusan Ulun.

 Begitu kaki melangkah memasuki gerbang museum, kita seolah-olah diajak memasuki dimensi waktu ke masa silam. Dengan enam bangunan utama yang tersebar di pekarangan museum ditambah halaman museum yang teduh berpayungi pepohonan langka, sungguh menyejukkan hati.

Bangunan tertua adalah gedung Srimanganti, didirikan pada tahun 1706 pada masa pemerintahan Dalem Adipati Tanoemadja. Fungsi gedung di masa itu sebagai tempat tinggal Bupati, beberapa diantaranya adalah Pangeran Kornel, Pangeran Sugih, Pangeran Mekah, dan Dalem Bintang. Maka tak heran bila di gedung ini tersimpan foto-foto para bupati Sumedang dan juga beberapa koleksi baju kebesaran mereka.

Masing-masing gedung memang memiliki fungsi penyimpanan benda peninggalan yang berbeda-beda.



            Cukup banyak koleksi benda-benda bersejarah yang dapat kita jumpai di museum yang diberi nama Raja terakhir yang memerintah Kerajaan Sumedang Larang ini. Salah satunya yang paling tersohor adalah Mahkota Binokasih.    

                                                                  Sumber gambar: Wikipedia

            Mahkota yang bernama lengkap Binokasih Sanghyang Pake merupakan peninggalan dari Kerajaan Padjajaran yang memang diberikan kepada Prabu Geusan Ulun.

Peninggalan bersejarah lainnya, berupa koleksi mata uang kuno baik dari dalam maupun luar negeri, beberapa kitab atau naskah kuno yang ditulis dari abad ke-18, Meriam Kalantaka peninggalan Belanda (1656), Gamelan Panglipur peninggalan Pangeran Rangga Gede (1625), serta beberapa benda peninggalan lainnya.

 

Monumen Lingga dan Alun-alun Kota Sumedang  

Dari Museum Prabu Geusan Ulun, kita menyebrang dan berjalan sedikit menuju Alun-alun Kota Sumedang.

Persis di tengah alun-alun, berdiri kokoh sebuah monumen yang dinamakan Monumen Lingga. Bangunan permanen dengan alas berbentuk bujur sangkar yang dilengkapi beberapa anak tangga. Bagian atasnya berbentuk setengah bola yang terbuat dari pelat tembaga. Hal itu menggambarkan jika setinggi-tingginya manusia tidak ada yang sempurna, karena kesempurnaan sejati hanya milik Sang Pencipta

Monumen ini sengaja dibangun oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1922, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa Pangeran Aria Suriaatmadja selama beliau menjabat sebagai Bupati dari tahun 1883 – 1919.


Semasa jabatannya, Pangerang Aria Suriaatmadja atau dikenal juga dengan nama Pangeran Mekah, telah banyak berkontribusi membangun kota Sumedang, baik dalam segi pendidikan, pertanian, peternakan, keagamaan, perekonomian rakyat, kesehatan, kebudayaan, politik, keamanan, dan lainnya. 


                                      Sumber gambar: Wikipedia Commons

Tak hanya itu, beliau memimpin dengan adil dan bijaksana juga memiliki etos kerja dan displin yang tinggi. Pembawaan beliau  tenang, sederhana namun berwibawa. Benar-benar sosok yang pantas dijadikan teladan.

Monumen Lingga tak hanya menjadi inspirasi bagi warga Sumedang untuk membangun kesejahteraan kotanya, namun juga menjadi pengingat agar kita sebaik-baiknya menjadi manusia yang mendatangkan manfaat bagi lingkungan sekitar. Tentunya dengan menjunjung kepribadian nan luhur dan penuh taqwa, seperti yang telah dicontohkan oleh Pangeran Mekah.

Setelah puas menyambangi Monumen Lingga, tentu tak lengkap tanpa mengelilingi Alun-alun Sumedang yang memang merupakan lokasi tempat berdirimya Monumen bersejarah tersebut.

Apalagi kini Alun-alun Sumedang telah mengalami revitalisasi dengan wajah barunya yang lebih modern namun tetap fungsional. Berbeda sekali dengan konsisi alun-alun dahulu yang hanya berupa halaman rerumputan.

Tepat pada tanggal 14 Maret 2020 kemarin, Gubernur Jawa Barat, Kang Emil meresmikan Alun-alun Sumedang. Diharapkan dengan wajah barunya ini dapat meningkatkan indeks kebahagian warga Sumedang, seperti yang juga telah disampaikan oleh Bupati Sumedang Bapak Dony Ahmad Munir.

Selain ruang hijau yang rindang dengan pepohonan, terdapat pula arena bermain untuk anak-anak. Bahkan di salah satu sudutnya terdapat sejarah Bupati-bupati Sumedang.

Pengunjung tak hanya sekadar duduk santai dan bermain, sekaligustapi juga mengintip sejarah Sumedang. Refreshing, interaksi, dan edukasi dapat dilakukan sekaligus pada ruang publik kota Sumedang ini. Tertarik mencoba? Kalau saya, sih, tidak akan menolak!

 

Benteng Gunung Kunci

Dari taman kota, kita akan menuju benteng tua bersejarah, Benteng Gunung Kunci. Letaknya tak jauh dari pusat kota, dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau naik angkutan umum dari Alun-alun.

Masyarakat Sumedang sendiri menyebutnya dengan sebutan “Kunci” lantaran terdapat tanda kedua kunci yang menyilang di atas pintu masuk benteng.



       


                                       Sumber gambar: Okezone.com

Gunung Kunci sendiri sebenarnya hanyalah sebuah bukit seluas 3, 67 hektare.  Menurut kabar yang beredar, Belanda membangun benteng ini pada tahun 1914 – 1918 lalu mengkamuflasenya menjadi bukit. Barulah pada tahun 1950, bukit buatan tersebut ditamani pepohonan pinus.

Kini hal itu membawa keuntungan bagi kota Sumedang. Bayangkan, ada sebuah Taman Hutan Raya (Tahura) kecil di tengah kota sekaligus benteng bersejarah peninggalan masa penjajajahan Belanda di dalamnya

Benteng yang sangat besar ini terdiri dari banyak lorong juga bungker. Secara keseluruhan bangunan ini terdiri dari 3 lantai. Temboknya pun masih sangat kokoh meski telah berusia lebih dari satu abad.

Pada masa kedudukan Jepang, Benteng ini pernah terkena serangan bom. Dan reruntuhannya masih dapat dilihat sampai sekarang.

 

Benteng Gunung Palasari

Taman Hutan Raya Gunung Palasari letaknya bersebelahan dengan Tahura Gunung Kunci, hanya dipisahkan oleh jalan raya saja.

Satu lagi benteng peninggalan jaman kolonial Belanda yang menjadi salah satu cagar budaya di kota Sumedang, Benteng Gunung Palasari.

Benteng pertahanan ini terdiri dari delapan buah bangunan. Seperti halnya dengan benteng-benteng buatan Belanda, temboknya juga terbuat dari beton sekitar 60 cm tebalnya. Di setiap bangunan terdapat ruangan berukuran 2 x 3 meter. Bila ditotal, terdapat 27 ruangan yang masing-masing dilengkapi dengan pintu masuk dan jendela.

Selain berwisata sejarah, kita juga dapat menikmati keindahan alam sambil menghirup segarnya udara bersih di Gunung Palasari. Terdapat 205 species flora pada Kawasan Tahura seluas 3,22 hektare ini . Di antaranya ada Pohon Akasia, Ebony, Pinus, dan masih banyak lagi. Menapaki jejak sejarah sambil berjalan-jalan menikmati alam di bawah pepohonan rindang, sungguh aktifitas yang amat menenagkan sekaligus menyenangkan.

Sama halnya dengan Benteng Gunung Kunci, Benteng Palasari yang dibangun pada tahun 1913 – 1917 juga masih berdiri dengan kokoh, menjadi saksi bisu sejarah pada masa penjajahan Belanda.

Kabarnya PemKab Sumedang berencana untuk mengembangkan wisata kedua Tahura dan kedua benteng bersejarah di atas, menjadi kawasan wisata terhubung. Karena memang keduanya memiliki potensi wisata yang cukup menarik. Tak sabar rasanya melihat perkembangannya ke depan.

**

Saya pribadi sangat optimis jika Sumedang dapat menjadi destinasi wisata menarik, terutama bagi pengunjung dari luar kota. Ragam jenis wisata menarik dapat kita jumpai, salah satunya beberapa contoh wisata sejarah yang terurai di atas. Banyak kisah-kisah menarik yang dapat kita telusuri dari sudut-sudut kota. Tak hanya menghibur namun juga memberi pelajaran dan kesan mendalam.

Dengan penanganan yang apik, dan kerjasama antar PemKab dan masyarakat Sumedang, saya yakin, hal itu dapat terwujud.

Ah, Sumedang..kau selalu terkenang. (vin)       

                                                                         **       

Referensi

 Merdeka.com. 3 Fakta Menari Tahu Sumedang yang Jarang Diketahui Banyak Orang. Tahu Sumedang. 10 Desember 2020. https://www.merdeka.com/jabar/3-fakta-menarik-tahu-sumedang-yang-tidak-banyak-diketahui-orang.html

Rifan, Ahmad. 2019. Peluang Usaha Pembuatan Tahu Sumedang. Sikoharjo: CV Graha Printama Selaras.

 Sutrisman, Dudith. 2018. Mengenal Sejarah Sumedang-ku. Surabaya: CV Garuda Mas Sejahtera.

 Sumedang Ekspress.com. Doni: Kami siap membuat kesan positif. Potensi wisata di Sumedang. 11 Desember 2020. https://www.sumedangekspres.com/22830/doni-kami-siap-membuat-kesan-positif/

Jabarprov.go.id. Kabupaten Sumedang. Sejarah Kabupaten Sumedang. 11 Desember 2020. https://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1051

 Jelajahnusae.com. Begini Wajah Alun-alun Sumedang yang Instagramable Banget. Wajah baru Alun-alun Sumedang. 12 Desember 2020. https://www.jalajahnusae.com/news/16/03/2020/begini-wajah-alun-alun-sumedang-yang-instagramable-banget/

Sumedangkab.go.id. Profil Sumedang. Monumen Lingga. 11 Desember 2020. https://sumedangkab.go.id/Profile/index/lambang

Kabardaerah.com. Mengenal Sejarah Gunung Kunci, Sumedang, Jawa Barat. Sejarah Benteng Gunung Kunci Sumedang. 12 Desember 2020.  https://jabar.kabardaerah.com/mengenal-sejarah-gunung-kunci-sumedang-jawa-barat/

Traveldetik.com. Taman Hutan di Sumedang Ini Punya Benteng Usia Puluhan Tahun. Wisata domestic, Benteng Palasari, Sumedang. 12 Desember 2020. https://travel.detik.com/domestic-destination/d-4865808/taman-hutan-di-sumedang-ini-punya-benteng-usia-puluhan-tahun

TribunJabar.id. Gunung Palasari dan Gunung Kunci Akan Dihubungkan Dengan Kereta Gantung, Kata Bupati Ada Investornya. Pengembangan Kawasan wisata Gunung Kunci dan Gunung Palasari di Sumedang. 12 Desember 2020. https://jabar.tribunnews.com/2019/07/17/gunung-palasari-dan-gunung-kunci-akan-dihubungkan-dengan-kereta-gantung-kata-bupati-ada-investornya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

.