Sabtu, 12 Desember 2020

Sumedang yang Dikenang

 

Sumedang yang Dikenang

Oleh: Vina Maria Agustina

 

Apa yang terlintas di kepala kita ketika mendengar nama Sumedang? Biasanya orang akan spontan menyahut, “Tahu Sumedang”. Memang, kota yang letaknya hanya 45 km dari Bandung ini, sangat terkenal dengan penganan tersebut. Tahu goreng yang dipotong kotak kecil-kecil ini memiliki cita rasa gurih nan lezat. Bagian luarnya terasa garing dan renyah namun lembut pada bagian dalam. Paling enak dimakan selagi panas bersama lontong dan cabe rawit. Dijamin! Sepotong Tahu Sumedang tidak akan pernah cukup!

Sekarang ini, telah banyak bertebaran penjaja Tahu Sumedang di daerah atau kota selain Sumedang. Meski serupa, akan tetapi rasanya tidak akan pernah sama dengan Tahu Sumedang yang dibuat di daerah asalnya. Konon, air dari tanah Sumedang memiliki kandungan mineral tinggi yang mempengaruhi rasa dan tekstur dari makanan berbahan dasar  kacang kedelai ini. Ya, karena air merupakan bahan pokok lainnya dalam proses pembuatan tahu.



Bisa saja Tahu Sumedang yang dipasarkan di daerah lain memiliki penampilan serupa, berwarna kecoklatan dengan permukaan yang berbintik-bintik kasar atau curintik (bahasa Sunda) yang khas. Tapi soal rasa, hmm, tak akan tergantikan.

Tidak semua Tahu Sumedang itu Tahu Sumedang. Namun Tahu Sumedang di Sumedang, sudah pasti Tahu Sumedang.

Maka dari itu, wajib sekali bila bertandang ke kota Sumedang untuk mencicipinya. Atau tidak ada salahnya untuk sengaja bertandang demi menjajal penganan khas kota Sumedang ini.

Tahu boleh tertelan, akan tetapi rasa itu akan melekat di hati. Sampai sekarang saya masih mengingatnya meski lama tidak memakan Tahu Sumedang asli. Tangan ini sudah rindu menenteng bonsang dengan uap panas yang menguar dari dalamnya.

Namun Sumedang tak hanya memiliki kisah seputar Tahu-nya yang legendaris itu. Bagi saya pribadi, setiap kali mendengar nama Sumedang, maka ingatan saya akan melambung jauh ke belakang.

Saat kecil, sering kali saya menghabiskan waktu libur sekolah di kota ini. Kami sekeluarga berangkat dari kota asal kami yaitu Cilacap menuju Sumedang dengan menggunakan bus atau travel. Tidak sulit untuk menyambangi kota yang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat ini, mengingat Sumedang merupakan kawasan perlintasan antarkota yang menghubungkan Bandung – Cirebon. Masih teringat jelas, deru lalu-lalang bus dan truk yang kedengaran saat malam hingga dini hari dari kamar tidur yang saya tempati. Kebetulan dulu, rumah kerabat yang adalah adik dari nenek saya, terletak di Jl. Prabu Geusan Ulun yang merupakan jalan utama dan dilalui oleh jalur alternatif antarkota tadi.

Sumedang dalam ingatan saya memiliki keindahan alam yang asri. Dikelilingi oleh pegunungan, perbukitan, dan hamparan sawah membentang. Kondisi alam dan letak geografisnya memberikan banyak potensi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Apalagi udaranya yang sejuk dan segar, menambah nuansa pesona dari kekayaan alamnya.

Tak hanya itu, Sumedang juga menyimpan segudang cerita sejarah, yang dapat kita telusuri jejaknya melalui sejumlah situs budaya dan landmark yang terdapat pada beberapa sudut kota. Kita akan menemukan kisah-kisah heroik dan belajar dari setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Sejatinya, situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, terbentuk dari rentetan peristiwa pada masa lalu. Dan saat ini pun, kita tengah berupaya mencetak sejarah baru. Bukankah hal itu merupakan salah satu hakekat kita sebagai manusia?

Diharapkan dengan mengetahui sejarah masa lalu, akan tercipta kehidupan yang lebih baik lagi untuk masa yang akan datang.

Jasmerah. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.

(Ir. Soekarno)

Museum Prabu Geusan Ulun

            Bila ingin melihat potret Sumedang di masa lalu, maka mengunjungi museum ini merupakan pilihan yang tepat. Area seluas 1,8 hektare ini menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan Sumedang Larang juga benda-benda pusaka warisan leluhur.

Terletak di pusat kota, dekat dengan Alun-alun kota Sumedang sehingga sangat mudah dijumpai. Saya ingat, dulu saat kecil, kami sekeluarga hanya perlu berjalan kaki dari rumah Nini menuju museum yang juga terletak di Jl. Prabu Geusan Ulun.

 Begitu kaki melangkah memasuki gerbang museum, kita seolah-olah diajak memasuki dimensi waktu ke masa silam. Dengan enam bangunan utama yang tersebar di pekarangan museum ditambah halaman museum yang teduh berpayungi pepohonan langka, sungguh menyejukkan hati.

Bangunan tertua adalah gedung Srimanganti, didirikan pada tahun 1706 pada masa pemerintahan Dalem Adipati Tanoemadja. Fungsi gedung di masa itu sebagai tempat tinggal Bupati, beberapa diantaranya adalah Pangeran Kornel, Pangeran Sugih, Pangeran Mekah, dan Dalem Bintang. Maka tak heran bila di gedung ini tersimpan foto-foto para bupati Sumedang dan juga beberapa koleksi baju kebesaran mereka.

Masing-masing gedung memang memiliki fungsi penyimpanan benda peninggalan yang berbeda-beda.



            Cukup banyak koleksi benda-benda bersejarah yang dapat kita jumpai di museum yang diberi nama Raja terakhir yang memerintah Kerajaan Sumedang Larang ini. Salah satunya yang paling tersohor adalah Mahkota Binokasih.    

                                                                  Sumber gambar: Wikipedia

            Mahkota yang bernama lengkap Binokasih Sanghyang Pake merupakan peninggalan dari Kerajaan Padjajaran yang memang diberikan kepada Prabu Geusan Ulun.

Peninggalan bersejarah lainnya, berupa koleksi mata uang kuno baik dari dalam maupun luar negeri, beberapa kitab atau naskah kuno yang ditulis dari abad ke-18, Meriam Kalantaka peninggalan Belanda (1656), Gamelan Panglipur peninggalan Pangeran Rangga Gede (1625), serta beberapa benda peninggalan lainnya.

 

Monumen Lingga dan Alun-alun Kota Sumedang  

Dari Museum Prabu Geusan Ulun, kita menyebrang dan berjalan sedikit menuju Alun-alun Kota Sumedang.

Persis di tengah alun-alun, berdiri kokoh sebuah monumen yang dinamakan Monumen Lingga. Bangunan permanen dengan alas berbentuk bujur sangkar yang dilengkapi beberapa anak tangga. Bagian atasnya berbentuk setengah bola yang terbuat dari pelat tembaga. Hal itu menggambarkan jika setinggi-tingginya manusia tidak ada yang sempurna, karena kesempurnaan sejati hanya milik Sang Pencipta

Monumen ini sengaja dibangun oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1922, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa Pangeran Aria Suriaatmadja selama beliau menjabat sebagai Bupati dari tahun 1883 – 1919.


Semasa jabatannya, Pangerang Aria Suriaatmadja atau dikenal juga dengan nama Pangeran Mekah, telah banyak berkontribusi membangun kota Sumedang, baik dalam segi pendidikan, pertanian, peternakan, keagamaan, perekonomian rakyat, kesehatan, kebudayaan, politik, keamanan, dan lainnya. 


                                      Sumber gambar: Wikipedia Commons

Tak hanya itu, beliau memimpin dengan adil dan bijaksana juga memiliki etos kerja dan displin yang tinggi. Pembawaan beliau  tenang, sederhana namun berwibawa. Benar-benar sosok yang pantas dijadikan teladan.

Monumen Lingga tak hanya menjadi inspirasi bagi warga Sumedang untuk membangun kesejahteraan kotanya, namun juga menjadi pengingat agar kita sebaik-baiknya menjadi manusia yang mendatangkan manfaat bagi lingkungan sekitar. Tentunya dengan menjunjung kepribadian nan luhur dan penuh taqwa, seperti yang telah dicontohkan oleh Pangeran Mekah.

Setelah puas menyambangi Monumen Lingga, tentu tak lengkap tanpa mengelilingi Alun-alun Sumedang yang memang merupakan lokasi tempat berdirimya Monumen bersejarah tersebut.

Apalagi kini Alun-alun Sumedang telah mengalami revitalisasi dengan wajah barunya yang lebih modern namun tetap fungsional. Berbeda sekali dengan konsisi alun-alun dahulu yang hanya berupa halaman rerumputan.

Tepat pada tanggal 14 Maret 2020 kemarin, Gubernur Jawa Barat, Kang Emil meresmikan Alun-alun Sumedang. Diharapkan dengan wajah barunya ini dapat meningkatkan indeks kebahagian warga Sumedang, seperti yang juga telah disampaikan oleh Bupati Sumedang Bapak Dony Ahmad Munir.

Selain ruang hijau yang rindang dengan pepohonan, terdapat pula arena bermain untuk anak-anak. Bahkan di salah satu sudutnya terdapat sejarah Bupati-bupati Sumedang.

Pengunjung tak hanya sekadar duduk santai dan bermain, sekaligustapi juga mengintip sejarah Sumedang. Refreshing, interaksi, dan edukasi dapat dilakukan sekaligus pada ruang publik kota Sumedang ini. Tertarik mencoba? Kalau saya, sih, tidak akan menolak!

 

Benteng Gunung Kunci

Dari taman kota, kita akan menuju benteng tua bersejarah, Benteng Gunung Kunci. Letaknya tak jauh dari pusat kota, dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau naik angkutan umum dari Alun-alun.

Masyarakat Sumedang sendiri menyebutnya dengan sebutan “Kunci” lantaran terdapat tanda kedua kunci yang menyilang di atas pintu masuk benteng.



       


                                       Sumber gambar: Okezone.com

Gunung Kunci sendiri sebenarnya hanyalah sebuah bukit seluas 3, 67 hektare.  Menurut kabar yang beredar, Belanda membangun benteng ini pada tahun 1914 – 1918 lalu mengkamuflasenya menjadi bukit. Barulah pada tahun 1950, bukit buatan tersebut ditamani pepohonan pinus.

Kini hal itu membawa keuntungan bagi kota Sumedang. Bayangkan, ada sebuah Taman Hutan Raya (Tahura) kecil di tengah kota sekaligus benteng bersejarah peninggalan masa penjajajahan Belanda di dalamnya

Benteng yang sangat besar ini terdiri dari banyak lorong juga bungker. Secara keseluruhan bangunan ini terdiri dari 3 lantai. Temboknya pun masih sangat kokoh meski telah berusia lebih dari satu abad.

Pada masa kedudukan Jepang, Benteng ini pernah terkena serangan bom. Dan reruntuhannya masih dapat dilihat sampai sekarang.

 

Benteng Gunung Palasari

Taman Hutan Raya Gunung Palasari letaknya bersebelahan dengan Tahura Gunung Kunci, hanya dipisahkan oleh jalan raya saja.

Satu lagi benteng peninggalan jaman kolonial Belanda yang menjadi salah satu cagar budaya di kota Sumedang, Benteng Gunung Palasari.

Benteng pertahanan ini terdiri dari delapan buah bangunan. Seperti halnya dengan benteng-benteng buatan Belanda, temboknya juga terbuat dari beton sekitar 60 cm tebalnya. Di setiap bangunan terdapat ruangan berukuran 2 x 3 meter. Bila ditotal, terdapat 27 ruangan yang masing-masing dilengkapi dengan pintu masuk dan jendela.

Selain berwisata sejarah, kita juga dapat menikmati keindahan alam sambil menghirup segarnya udara bersih di Gunung Palasari. Terdapat 205 species flora pada Kawasan Tahura seluas 3,22 hektare ini . Di antaranya ada Pohon Akasia, Ebony, Pinus, dan masih banyak lagi. Menapaki jejak sejarah sambil berjalan-jalan menikmati alam di bawah pepohonan rindang, sungguh aktifitas yang amat menenagkan sekaligus menyenangkan.

Sama halnya dengan Benteng Gunung Kunci, Benteng Palasari yang dibangun pada tahun 1913 – 1917 juga masih berdiri dengan kokoh, menjadi saksi bisu sejarah pada masa penjajahan Belanda.

Kabarnya PemKab Sumedang berencana untuk mengembangkan wisata kedua Tahura dan kedua benteng bersejarah di atas, menjadi kawasan wisata terhubung. Karena memang keduanya memiliki potensi wisata yang cukup menarik. Tak sabar rasanya melihat perkembangannya ke depan.

**

Saya pribadi sangat optimis jika Sumedang dapat menjadi destinasi wisata menarik, terutama bagi pengunjung dari luar kota. Ragam jenis wisata menarik dapat kita jumpai, salah satunya beberapa contoh wisata sejarah yang terurai di atas. Banyak kisah-kisah menarik yang dapat kita telusuri dari sudut-sudut kota. Tak hanya menghibur namun juga memberi pelajaran dan kesan mendalam.

Dengan penanganan yang apik, dan kerjasama antar PemKab dan masyarakat Sumedang, saya yakin, hal itu dapat terwujud.

Ah, Sumedang..kau selalu terkenang. (vin)       

                                                                         **       

Referensi

 Merdeka.com. 3 Fakta Menari Tahu Sumedang yang Jarang Diketahui Banyak Orang. Tahu Sumedang. 10 Desember 2020. https://www.merdeka.com/jabar/3-fakta-menarik-tahu-sumedang-yang-tidak-banyak-diketahui-orang.html

Rifan, Ahmad. 2019. Peluang Usaha Pembuatan Tahu Sumedang. Sikoharjo: CV Graha Printama Selaras.

 Sutrisman, Dudith. 2018. Mengenal Sejarah Sumedang-ku. Surabaya: CV Garuda Mas Sejahtera.

 Sumedang Ekspress.com. Doni: Kami siap membuat kesan positif. Potensi wisata di Sumedang. 11 Desember 2020. https://www.sumedangekspres.com/22830/doni-kami-siap-membuat-kesan-positif/

Jabarprov.go.id. Kabupaten Sumedang. Sejarah Kabupaten Sumedang. 11 Desember 2020. https://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1051

 Jelajahnusae.com. Begini Wajah Alun-alun Sumedang yang Instagramable Banget. Wajah baru Alun-alun Sumedang. 12 Desember 2020. https://www.jalajahnusae.com/news/16/03/2020/begini-wajah-alun-alun-sumedang-yang-instagramable-banget/

Sumedangkab.go.id. Profil Sumedang. Monumen Lingga. 11 Desember 2020. https://sumedangkab.go.id/Profile/index/lambang

Kabardaerah.com. Mengenal Sejarah Gunung Kunci, Sumedang, Jawa Barat. Sejarah Benteng Gunung Kunci Sumedang. 12 Desember 2020.  https://jabar.kabardaerah.com/mengenal-sejarah-gunung-kunci-sumedang-jawa-barat/

Traveldetik.com. Taman Hutan di Sumedang Ini Punya Benteng Usia Puluhan Tahun. Wisata domestic, Benteng Palasari, Sumedang. 12 Desember 2020. https://travel.detik.com/domestic-destination/d-4865808/taman-hutan-di-sumedang-ini-punya-benteng-usia-puluhan-tahun

TribunJabar.id. Gunung Palasari dan Gunung Kunci Akan Dihubungkan Dengan Kereta Gantung, Kata Bupati Ada Investornya. Pengembangan Kawasan wisata Gunung Kunci dan Gunung Palasari di Sumedang. 12 Desember 2020. https://jabar.tribunnews.com/2019/07/17/gunung-palasari-dan-gunung-kunci-akan-dihubungkan-dengan-kereta-gantung-kata-bupati-ada-investornya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

                                                                                       

 

 

Kamis, 10 Januari 2019

Itinerary Trip to Bali 5 Day 6 Night


 

      Ceritanya trip ke Bali kemarin adalah bentuk perayaan anniversary saya dan Bapake yang kesepuluh. Sekalian ajak anak-anak naik pesawat untuk yang pertama kalinya. Si sulung pernah nagih, kapan dia naik pesawat? Karena saya ini Mak irit jadi sekalian tunggu adeknya gede. Mereka sama-sama sudah "ingat" kalau diajak naik pesawat. Kalau adeknya masih kecil, kan lupa, tuh. Yang ada akan nagih lagi minta naik pesawat. Haha.. Dan kebetulan pas ada moment 10th anniversary. Si kakak usia 9 tahun, adeknya 6 tahun. Cucok, deh! Mamak menang banyak..xixixi..


     Tanggal otomatis sudah ditentukan. jadi kami memesan tiket pesawat PP terlebih dahulu. Untuk penginapan menyusul, mengingat itinerary yang belum sempurna. Hahay.. Untuk transportasi di Bali, kami berencana  rental kendaraan saja. Kebetulan ada tetangga yang pernah memakai jasa rental mobil di sana dan memang harganya termasuk yang paling murah. Setelah deal harga dan mobil yang tersedia, kami membayar DP dari total biaya sewa. Kami mendapat mobil toyota avanza tahun 2010 dengan harga sewa @250K / hari. Lepas kunci, ya..tanpa supir. Bagi yang berminat, silakan menyimpan nomor Mba Mitha 081239576967.


     Karena ini perjalanan keluarga, maka kmai juga harus memikirkan selera dan stamina anak-anak dalam menentukan objek wisata yang akan kami kunjungi. Yang jelas saya pengen banget ke pantai Lovina untuk melihat Lumba-lumba (anak-anak pasti suka) dan melihat pertunjukkan tari Kecak di Pura Uluwatu, sementara Bapake pengen ke Tanah Lot. Sisanya kami cari-cari sendiri. Pesan Bapake, nggak usah ke Zoo karena di Cisarua juga ada..xixxi. Okelah, mengingat ini pertama kalinya kami ke Bali jadi kami cari tempat wisata yang memang hanya ada di Bali. Kalo Mamak sih yang murce ya..*teuteup. Jadi kami memutuskan untuk tidak ke Tanjung Benoa, mengingat hanya ada sedikit aktifitas untuk anak. Kalau Bapak sama Mamak maen water-sport, yang jaga bocah siapa, donk?! Lain kali aja ke sananya pas anak-anak teenager :D


     Itinerary beres, langsung pesan hotel. Masih ada waktu dua bulan sebelum keberangkatan. Masih bisa nabung untuk uang saku di Bali. Hehe..


     Tanggal 31 Agustus 2018, kami berangkat menuju pulau dewata dengan penerbangan pukul 18:30 WIB. Tiba di bandara Ngurah Rai sekitar pukul 22:00 WITA. Mobil sewaan kami sudah stand by di sana dan segera serah terima kunci. Petualangan dimulai! Buka google map menuju Pop hotel di daerah Legian, untuk sekadar numpang tidur. Tapi sebelumnya cari pom bensin dulu, karena hanya tersisa satu strip. Haha..


     Day 1

     Setelah mandi, kami check-out untuk sarapan pagi. Pilihan tempat makan terdekat di daerah Kuta, Warung Nikmat yang menyajikan masakan khas Jawa Tengah. Rasanya enaakk dan murah.


     Setelah perut kenyang, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Tanah Lot. Sayang, saat itu air laut pasang, jadi kami tidak bisa menyeberang dan melihat ular suci. Meskipun hal itu tidak mengurangi keindahan salah satu Pura populer di Bali. Kalau ke sini, pakailah jasa tukang foto langsung jadi. Murah, kok! Hanya 20K sekali jepret.  Dan belanja souvenir di sini, harganya masih lebih murah dibanding di tempat wisata lain, malah jauh lebih murah dari pasar Ubud. Jangan lupa untuk menawar!



     Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Lovina. Menurut Google maps, waktu yang akan kita tempuh adalah 2 jam. "Oh, deketlah."

     Baru sampai di Luwus, perut sudah minta diisi. Ada warung nasi B2, berhenti deh, kita. Udara di Luwus sejuk, bikin nafsu makan meningkat. Anak-anak saja lahap banget makannya. Harus banyak makan karena perjalanan panjang. Hehe..



     Jalanan menuju Lovina cukup menantang. Banyak kelokan, turunan dan tanjakan. Kami juga melewati Pura Alun Danu di Bedugul, yang gambarnya ada di uang lima puluh ribu. Hehe.. Tapi kami cuma numpang lewat saja. Lewat Bedugul banyak monyet di jalanan. Si bungsu minta berhenti untuk kasih makan pisang. Tadinya ragu karena nggak ada yang berani nemein dia, terpaksalah mamak turun. Bapake sih, diem-diem bae di mobil yang  semua jendelanya tertutup rapat. Hadeh..



     Akhirnya sekitar pukul 5 (lebih dari dua jam karena banyak berhenti dan medan yang sulit) kami sampai juga di penginapan yang sudah kami pesan sebelumnya, Lovina Beach Cottage. Penginapan tua yang herannya anak-anak suka. Haha.. Saat itu hanya kita tamu lokalnya, sisanya bule. Letaknya persis di bibir pantai Lovina. Selesai check-in dan taruh barang-barang, anak-anak langsung berlari menuju pantai (kayak judul film ya😁). Sunset di sini enak banget. Tenang, teduh, syahdu, dan minim angin laut. Mamak nggak takut anak-anak berenang sore-sore begini.



     Untuk urusan makan, jangan kuatir. Di sepanjang jalan sekitar Lovina banyak sekali restoran atau kedai, dari berbagai level tersedia, kok. Kami sempet mencoba pizza (lupa nama restonya) dan Warung Mak Jegeg (recommanded). Atau kalo iseng bisa cari makan di daerah Singaraja.


     Perut kenyang waktunya tidur, karena besok pagi ada Dolphin tour. Yeayy!


     Day 2

     Pukul 5 pagi kami sudah bersiap-siap, bahkan sebelum petugas hotel membangunkan kami. Hampir saja kami gagal melihat Lumba-lumba di habitat aslinya lantaran angin yang kencang.

Beautiful Sunrise in Lovina

     Jam enam kurang kami pun menaiki jukung lengkap lengkap dengan pelampung di badan. Kejar-mengejar Dolphin dimulai, karena mamalia air ini bisa muncul di sisi mana saja dan kapan saja. Sayangnya karena berangin jadi agak kesulitan melihat kemunculannya. Tapi untung masih diraih, mata kami sekeluarga masih menangkap kemunculan makhluk jenaka itu. Senangnya...



     Oiya, untuk dolphin tour ini dibandrol dengan harga 100K / orang. Bisa memesan langsung di hotel.

     Setelah kembali ke daratan, anak-anak masih ingin berenang di laut sebentar. Kemudian kami mandi, beberes, dan breakfast! Bener kata ulasan di pegipegi, kalau menu sarapan di Lovina Beach Cottage itu enak banget! Nasi gorengnya juara!

     Usai sarapan kami iseng menuju Krisna, padahal baru hari pertama. Haha.. Baru dari Krisna, kami check-out dan melanjutkan perjalanan ke Ubud.

     Kami kembali melewati Bedugul. Sempat berhenti makan di Warung Gemitir, Tabanan. Makanannya uenaak dan pemandangannya asri. Recommended, deh! Bapake paling suka makan di sini.

Makanan yang sempet kefoto cuma pisang goreng :D

     Akhirnya sampai di penginapan yang sudah kami booked lewat booking.com--Duana Homestay di Jl. Sriwedari. Alasan saya memilih menginap di sini karena dekat dengan Seniman Kopi Ubud yang katanya enak, jadi sekalian pengen coba.

     Berhubung Bapake jatuh cinta dengan suasana Ubud, jadilah langsung sewa motor untuk ngider-ngider. Pertama kita ngupi di Seniman Kopi lanjut ke Monkey Forest yang ternyata sudah tutup. Agak nyesel tadi nggak lihat monyetnya di Sangeh, karena yang di Ubud kan sudah populer padahal lebih dulu yang di Sangeh. Kasian gitu..hehe. Ditambah Bapake katanya ngeri liat monyet, lha ini sampe di Ubud malah ngajak ke Monkey Forest. Hadeh..

Ngupi syantik doeloe..

     Pulang mandi sebentar, keluar lagi cari makan. Kali ini menu pinggir jalan murmer, Pecel Lele. Nemu juga pecel lele di Bali. Haha.. Pas hampir sampai penginapan, ada tukang sate rame banget. Ikutan pesen, sate B2, harganya cuma 15K 1 porsinya. Murceee banget!



     Santai-santai sebentar di kamar, berhubung nggak ada tipi dan kelelahan, kita semua tidur cepat. Zzzz....


     Day 3

     Hari ini rencananya mau ngider lagi pakai motor. Tapi sebelumnya sarapan dulu, donk, biar setrong beibeh! Berhubung kemarin pesan 1 extra bed, jadi dapat 3 set breakfast. Yeayy!!



     Lanjut kita ke Pura Tirta Empul. Sepanjang jalan asriii sekali, banyak pepohonan dan sawah. Walau ada beberapa sawah yang di tengah-tengahnya sedang dibangun villa/cottage/ apalah sebutannya itu. Kontras, ya.. Yang dijual pemandangan sawah dari tengah-tengah bangunan megah..padahal paling enak menikmati sawah itu dari rumah sederhana atau tenda. Err, itu menurutku, sih. Ya, yang penting masih ada sawahnya..tidak dibabat habis.

Enak banget "montoran" di Ubud.

     Tirta Empul ini bersebelahan dengan bagian belakang istana Tampak Siring. Kami kira istana itu bisa dikunjungi, eh, ternyata ditutup untuk umum.

    Oiya, kalau jalan-jalan di Bali Tengah pakai motor, selalu siap sedia jas hujan, ya. Jangan seperti kami yang akhirnya berteduh sambil makan bakso. Haha..

Mamak tidak bisa masuk karena sedang "cutaka". Huhuhu....

     Dari Tirta Empul kami ke Pasar Ubud, cuma nggak banyak yang dibeli, karena mahal. Haha.. Di sini saya salah perhitungan. Waktu habis untuk ngiderin pasar ubud jadi pas lewat Gianyar sudah tidak berminat ke pasar Sukawati.

Nasi Campur Bali. Endezz..

       Lanjut makan siang di warung rumahan dengan menu Bali, letaknya di depan Homestay. Rasa enak dan porsinya buanyaakk.Kemudian kami pun check-out dan cuss ke Monkey Forest demi menjawab rasa penasaran Bapake. Haha..

Muter-muter, naik-turun sampai betis kencang :D

     Kali ini kami berpindah ke Bali Selatan, tepatnya Uluwatu, yang ternyata jauh juga dari Ubud. Mamak dan anak-anak sampai ketiduran di jalan, sementara Bapake nyetir. Xixixi..

     Sampai di hotel MaxOne, kami segera leyeh-leyeh kelelahan. Mau mandi pun malas. Kalau bukan karena urusan perut, rasanya enggan meninggalkan hotel.



     Makan malam, kami menuju Pantai Kedonganan. Kalau jimbaran ke kiri, Kedonganan ke kanan. Makan di sini unik. Kita belanja dulu di pasar ikan kemudian diolah di warung-warung pinggir pantai. Hasil laut yang dijual segar-segar dan murah. Olahannya pun enak. Tinggal bayar jasa olah, nasi, dan minuman. Lebih hemat dari kafe Jimbaran. Hehe..


     Day 4

     Habis sarapan, ngantuknya jangan ditanggap, kudu dibawa jalan. Hehe. Hari ini kami melaju ke Pantai Pandawa. Di sini kami menyewa kano dan kursi payung. Lagi-lagi angin sedang tak bersahabat. Si sulung berkali-kali mengeluh karena sulit berenang dengan tenang dan selalu berkata betapa enaknya di Lovina. Hehe. Pantainya padahal termasuk dangkal karena ombak tertahan oleh karang yang letaknya di tengah laut. Cuman, lantaran angin, ya, berombak juga. Hehe.. Tapi enak, lho, di sini duduk-duduk sambil makan kelapa muda. Sueggerr..

Pantai Pandawa

     Sudah hampir tengah hari, kami kembali ke hotel. Malas cari-cari makanan, makan saja di hotel. Liat kolam renang anak-anak mupeng pengen berenang. Baiklah..pas cuaca mendung juga.

     Sorenya kami lanjut ke Pura Uluwatu. Mamak pengen nonton tari kecak ditemani pemandangan sunset. Karena itu hari sabtu, yang antri pembelian tiket tari, super penuh. Ditambah tidak ada jalur antrian yang jelas, jadilah Bapake empet-empetan, desak-desakan saat pembelian tiket.



     Loket pertunjukan kecak letaknya di dalam Pura. Jadi pembeliannya terpisah. Sambil menunggu jam pertunjukkan dimulai, kami keliling Pura. Area yang luas dan terletak di bibir tebing, lagi-lagi membuat takjub.
Pemandangan dari atas tebing, bikin takjub sekaligus deg deg serrr..

     Pertunjukkan tari kecak-nya sangat bagus. Bahkan anak-anak suka dan sangat menikmati. Cocok untuk mengenalkan keanekaragaman budaya bangsa.

Hanoman, sang primadona. Keren pertunjukannya!

     Pertunjukan tari berlangsung selama kurang lebih satu jam. Belum ditambah sesi foto bersama para penari. Pulang-pulang, lapar. Kali ini makan yang murmer, ayam krispy..yihaa!!

   
     Day 5

     Last day! Hari terakhir tujuannya cuma satu, ke krisna, jadi santai. Dari krisna kami menuju bandara Ngurah Rai dan langsung mengembalikan mobil. Kemudian kami pun pulang ke Tangerang. Berat banget meninggalkan Bali. Hiks.. Kami pasti akan kembali.. We shall return! Yeah!

Foto-foto dulu di gerai Bali Banana di Bandara :D

   
     Nah, demikian catatan perjalanan kami sekeluarga saat ke Bali, Agustus 2018 kemarin. Namanya juga jalan-jalan bersama anak, jadi nggak semua itinerary yang sudah tersusun bisa dipenuhi.

     Saran saya sebelum perjalanan, ketahui dulu ada objek wisata apa saja yang berekatan yang bisa ditempuh sekali jalan. Nanti saat pelaksanaannya tinggal memutuskan mau disambangi semua atau dilewati. Jangan juga menjadi beban ya, kalau tidak bisa dipenuhi semua, yang penting anak-anak hepi, emak bapak hepi dan tidak merasa diuber-uber. Yang ada malah bete sendiri nantinya. Hehe..

     Oke, selamat menyusun itinerary dan selamat berlibur, ya!


 





 


   


   


   


   

   





Rabu, 02 Januari 2019

Perhentian Singkat tak Terlupakan di Situ Gunung Sukabumi




Setelah pengalaman berkemah kemarin, anak-anak kembali meminta jalan-jalan. Apalagi jatah libur Bapake masih tersisa. Wokehlah, Emak gercep alias gerak cepat mencari lokasi liburan terdekat. Berhubung anak-anak masih belum bisa move-on dari dinginnya Ranca Upas, jadi pilihan kembali ke daerah Dataran Tinggi.

Bapake usul ke daerah Sukabumi. Mamake segera browsing apa-apa saja yang menarik di Sukabumi. Pilihan pun jatuh ke Danau Situ Gunung yang berada pada ketinggian sekitar 850 mdpl di kaki Gunung Gede Pangrango. Hmm, udaranya pasti sejuk dan segar. Cocok dengan harapan anak-anak.

Keesokan harinya kami berangkat sekitar pukul 10:30 pagi, eh, sudah menjelang siang dink :D Maklum persiapan mendadak. Hehe..

Perbekalan..
 😁😁

Situ Gunung sendiri terletak di desa Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Sekitar 16 Km dari pusat kota Sukabumi dan merupakan bagian dari Taman Nasional Gede Pangrango.

Untuk transportasi umum menuju lokasi, kalian bisa menggunakan Kereta Api atau Bus.

Bila hendak naik kereta api, naiklah kereta jurusan Sukabumi dan turun di stasiun Cisaat. Dari stasiun Cisaat, kalian bisa mencarter angkot langsung menuju  Situ Gunung atau naik angkot menuju pertigaan Polsek Cisaat. Dari situ, kalian bisa mengendarai ojek atau naik angkot merah jurusan Terminal Kadudampit, bilang saja mau ke Situ Gunung.

Jika naik bus jurusan Sukabumi, juga sama ya..turun saja di pertigaan Polsek Cisaat. Lanjut naik ojek atau angkot merah.

Kalau kami memulai perjalanan dari Tangerang menggunakan kendaraan pribadi, masuk ke Tol Dalam Kota kemudian ambil arah Bogor masuk ke Tol Jagorawi kemudian exit di Ciawi. Dari sini lurus saja mengikuti daerah Rancamaya-Cicurug-Cibadak-Cisaat. Berhubung kemarin Tol Bocimi sedang ditutup jadi kami lewat jalur biasa.

Ada beberapa jalur alternatif untuk menghindari daerah Cicurug dan Cibadak yang lumayan padat. Kemarin kami mengambil jalur alternatif sebelum memasuki daerah Cicurug. Patokannya adalah saat baru masuk Cicurug, perhatikan patung angsa di sebelah kanan (Taman Angsa). Melewati sedikit dari Taman Angsa, belok ke kiri. Nanti ada petunjuk arah tentang jalur alternatif menuju Sukabumi (plank hijau), ikuti saja jalannya sampai tembus di Cibadak.

Sekitar tiga jam kami berkendara, dengan jeda berhenti untuk makan, kami pun tiba di pertigaan Polsek Cisaat. Ada petunjuk jalan bertuliskan Wisata Situ Gunung. Dari sini kami belok ke kiri. Nah, sampai di sini tinggal lurus saja sampai mentok, karena gerbang utama wisata danau memang terletak di ujung jalan. Hehe..

Kondisi jalan sudah mulus meskipun sedikit sempit, khas jalan-jalan menuju dataran tinggi. Jarak dari pertigaan sampai gerbang utama danau adalah 9 km dengan medan yang terus menanjak.

Sampai di sana, kami segera menuju penginapan Villa Cemara yang letaknya bersebelahan dengan gerbang utama wisata danau. Sengaja kami memilih menginap di sini, selain dekat juga banyak ulasan mengenai tempat yang nyaman, kamar yang bersih, dan pemiliknya yang ramah.



Villa Cemara adalah milik dari sepasang suami-istri sepuh bernama Pak Santoso dan Ibu Tuti. Kami menyewa satu kamar, dengan satu tempat tidur tingkat dan satu double bed (lebih kecil dari double bed namun lebih besar dari single bed).Cukuplah untuk kami  berlima, tiga dewasa dan dua anak.

Kamar yang kami tempati, kamar No.3

Pemandangan dari balkon kamar


Villa Cemara ini terdiri dari dua bangunan, rumah bata dan rumah kayu. Rumah kayu disewakan satu rumah,terdiri dari tiga kamar, dua kamar mandi, dapur, ruamg makan, teras samping dan teras belakang. Masing-masing kamar terdapat dua bunk--tempat tidur tingkat.

Bagian dalam dari Rumah Kayu


Rumah bata terdiri dari dua tingkatan. Hanya bagian atas saja yang disewakan dengan tiga kamar, dua kamar berkapasitas empat orang dewasa, satu kamar untuk dua dewasa. Bagian bawah merupakan tempat tinggal pemilik. Tempatnya sangat asri, apalagi banyak dihiasi bunga-bunga dan tanaman koleksi Ibu Tuti. Jangan khawatir soal makan, bisa pesan ke Ibu Tuti. Masakan beliau enak. Mau beli makan di luar juga bisa, banyak jajanan. Hehe.. Hari pertama kami putuskan untuk beristirahat di villa sambil menyeruput kopi dan menyantap roti panggang buatan Ibu Tuti.



Keesokan harinya kami bangun pukul 5:30, segera bersiap-siap mandi dan memesan sarapan pagi nasi goreng. Saya juga sempat membuat mie goreng untuk perbekalan kami di pantry yang memang tersedia. Sebelumnya sudah minta izin dulu pada Bu Tuti.

Kami membeli tiket seharga Rp 50.000,- untuk dewasa, htm anak saya lupa harganya. haha.. Untuk anak di bawah 5 tahun gratis. Tiket ini sudah termasuk tiket masuk jembatan suspension, curug sawer, danau, dan welcome drink. Hitungannya murah dan praktis. Jadi nggak perlu dikit-dikit bayar, ya.

Menuju loket.



Atas saran Bu Tuti kami memulai perjalanan kami dengan mengunjungi Suspension Bridge, untuk menghindari antrian karena jumlah pengunjung yang dibatasi.


Suspension Bridge

Jempatan gantung ini sebenarnya belum resmi dibuka, pasalnya pembangunan area penunjang di sekitar jembatan belum selesai. Tapi karena minat masyarakat yang tinggi, maka dibukalah hanya saat libur lebaran seperti sekarang (2018). Soalnya teaser-nya juga gencar, jadi pada penasaran ,deh. Well, lucky me!



Jempatan yang tergantung setinggi 150 meter dengan panjang 240 meter, merupakan jalan pintas menuju Curug Sawer. Sebelum dibangun Suspension Bridge, para pengunjung harus memutar dengan jalan/track yang lumayan menantang.

Pemandangan dari atas jembatan gantung sangat memukau. Hamparan pepohonan benar-benar membuat segar mata. Sesekali tampak terlihat lutung tengah bergelantungan. Tapi tenang..mereka nggak berani mendekati manusia. 240 meter pun menjadi tidak terasa..asal jangan lihat ke bawah, ya! Haha..




Curug Sawer

Dari Suspension Bridge kami masih harus menuruni beberapa anak tangga lagi sebelum sampai di Curug Sawer. Suara gemuruh air makin lama makin terdengar. Mengundang selera banget! Haha..



Sampai di sana, anak-anak langsung heboh! Tak sabar untuk nyebur. Okey.. Mamak pun mengeluarkan baju kotor semalam untuk mereka pakai basah-basahan. Ngirit baju..wkwkwk.


Main air di sungai..seruuu!


Airnya super duingin dan suegaar. Tapi tak menyurutkan niat anak-anak untuk berenang. Hepi banget deh, mereka. Tetap saja  nggak boleh lama-lama, karena masih ada spot lain yang akan kami kunjungi. Jadi usai berenang dan foto-foto, kami kembali menapaki anak tangga menuju jembatan dan gerbang utama untuk memulai perjalanan menuju Situ Gunung.


Siap nanjak lagi..

Tapi sebelumnya kami menyantap "welcome drink" yang disediakan pihak pengelola.  Ada tiga pilihan: bandrek, kopi, dan teh. Disanding dengan potongan pisang rebus. Hmm, nikmat! Perut kenyang, perjalanan dilanjutkan. Eh, sebekumnya foto-foto dulu..karena memang disediakan juga spot foto kece di situ.


Pose doeloe :p


Situ Gunung

Dari gerbang utama kami kembali berjalan kaki. Jalanannya sudah dicor dan menanjak. Kalau cape, bisa naik ojek. Tapi mamak sayang duit. Haha.. Lagipula anak-anak masih kuat. okeh, kita jalan kaki saja.

How i love nature..


Setelah jalanan yang dicor habis kami berbelok ke kanan. Di sini jalanan menurun. Danau cantik itu sudah terlihat. Makin didekati makin cantik. Magis banget.

Perpaduan hening air dan jajaran pohon Damar yang berdiri anggun, benar-benar merasuki jiwa. Rasanya seperti melihat sisi lain dari Keagungan Tuhan. Speechless!




Di pinggir danau enak sekali untuk piknik sambil gelar tikar sambil santai atau goler-goler. Bisa juga menaiki rakit keliling danau. Tentu saja kami tak mau melewatkan kesempatan ini. Dengan membayar 15K per orang kami menikmati perjalanan dengan rakit. Yeay!

Anak milenial harus tahu dan mencoba naik rakit.


Setelah puas foto-foto (teuteup..) kami melanjutkan perjalalan kembali ke Villa Cemara. Lumayan juga, total tracking menjajaki semua spot sekitar 6 km. Lumayan banget untuk olahraga. Tapi yang lebih penting, anak-anak belajar mengenal alam. Kalau sudah kenal, akan timbul rasa sayang..kalau sayang pasti timbul keinginan untuk melindungi. Seperti, tidak membuang sampah sembarangan dan tidak merusak alam atau fasilitas yang tersedia. Karena alam Indonesia adalah milik kita..sebuah warisan yang harus dijaga.

Sampai di Villa kami bersiap-siap untuk pulang. Packing, mandi-mandi kemudian makan siang. tak lupa berpamitan dan berfoto dengan Tante Tuti (Oom sedang istirahat soalnya).

Bersama tante Tuti yang super ramah.


Liburan singkat yang sangat berkesan. Kami pasti akan kembali...one day..