Sabtu, 02 Januari 2016

Cerpen Kedua di Kompas Klasika Nusantara Bertutur

Kyaaa... ternyata cerpen saya kembali dimuat di Kompas Klasika Nusantara Bertutur. Dari empat tema bulan Desember yang Nubi minta, saya memang mengirim dua naskah untuk dua tema. Yang pertama, tema Hari Ibu dan tema kedua yang saya kirim, tema Hari Natal.

Puji Tuhan, kedua-duanya lolos, sehingga bisa mejeng di Kompas Klasika Nusantara Bertutur untuk 2 minggu berturut-turut. Akhir tahun yang manisss, khususnya buat saya yang baru belajar menulis ;)

Terima kasih, ya, Nubi (Nusantara Bertutur)...ilustrasinya pun saya suka ^_^

Berikut cerpen saya di Nubi dengan tema Hari Natal, berjudul 'Arti Natal'. Semoga bermanfaat, ya, teman-teman. Terima kasih sebelumnya :)



Arti Natal
Oleh: Vina Maria A

“Bu, kapan kita membeli baju baru untuk Misa Natal besok?” tanya Kinar pada Ibu yang sedang mengiris daun bawang.
            Ibu menghela napas. “Natal kali ini, Kinar tidak membeli baju baru dulu, ya. Ibu sama Bapak baru saja melunasi biaya studi wisata kamu dan kakakmu. Baju Kinar juga banyak dan masih bagus-bagus, kan?”
            “Tapi, Bu, teman-teman Kinar  pasti memakai baju baru. Kinar malu, nanti Kinar sendirian yang pakai baju lama,” rajuk Kinar.
            “Lho, memangnya kalau Misa nanti, kalian akan berisik meributkan baju baru bukannya khusyuk berdoa?” tanya Ibu.
            “Ah, Ibu kuno!” Kinar meninggalkan Ibu lalu pergi bermain.
**
            Kinar sudah membayangkan sebuah gaun  cantik berwarna merah. Bila dipakai sambil berputar, roknya akan megar seperti gaun puteri kerajaan. Tapi, Ibu malah tidak mau membelikannya. Kalau tidak memakai baju baru bukan Natalan namanya, pikir Kinar.
            Dari jauh, Kinar melihat Sasa teman sekelasnya. Sepertinya dia membawa banyak sekali kertas kado. Tapi buat apa?
            “Sasa, main yuk!” Kinar melambaikan tangannya pada Sasa.
            Sasa pun menghampiri Kinar, “Maaf, Kinar. Hari ini aku ada tugas penting, jadi tidak bisa bermain dulu. Atau kamu mau membantu aku?” ajak Sasa.
            “Membantu apa?” tanya Kinar penasaran.                                              
            “Nanti kamu juga akan tahu, yuk!” Sasa segera mengamit tangan Kinar.
**
            Di ruang tamu Sasa berserakan berbagai macam peralatan sekolah, beberapa kotak makan dan tempat minum.
            “Tolong bantu aku membungkus kado, ya,” pinta Sasa.
            “Untuk siapa kado sebanyak ini, Sa?” tanya Kinar.
            “Tiap Hari Natal, aku menyumbang kado ke Panti Asuhan. Ini hasil dari tabunganku sendiri selama satu tahun, lho,” ujar Sasa bangga.
            Kinar mengambil sebuah kotak pensil lalu membungkusnya. “Kamu sudah beli baju baru buat Misa besok, Sa?” Kinar kembali teringat dengan masalahnya.
            Oh, aku nggak  beli baju baru. Kasihan Ayah dan Ibuku baru membayar biaya studi wisata yang tidak sedikit,” jawab Sasa.
            Memang  studi wisata ke Batu, Malang untuk 3 hari 2 malam, biayanya tidak sedikit, pikir Kinar. “Tapi kamu kan punya tabungan, Sa. Kenapa dihabiskan untuk membeli kado-kado ini? Padahal bisa untuk membeli baju baru.”
            Sasa tersenyum. “Bajuku masih banyak yang bagus kok. Ayahku juga pernah bilang bahwa arti Natal yang sesungguhnya adalah berbagi dengan sesama dan kebersamaan bukan sekadar baju baru. Aku masih bisa merayakan Natal bersama Ayah dan Ibu, sementara mereka anak-anak yatim piatu. Tapi bukan berarti nggak boleh memakai baju baru di hari Natal, lho.”
            Kinar jadi malu mendengarnya. Bukannya bersyukur masih bisa merayakan Natal bersama keluarganya, malah meributkan baju baru. Natal tanpa Ayah dan Ibu, pasti rasanya sepi sekali. 
            “Sa, aku boleh ikut ke panti asuhan nggak?” tanya Kinar.
            “Boleh dong!” jawab Sasa.
            “Natal tahun depan, aku juga menyumbang kado ya, Sa,” sahut Kinar lagi.
            Sasa mengangguk senang. (Vin)
**


           


            

Cerpen Pertama di Media : Kompas Klasika Nusantara Bertutur

Hore! Akhirnya pecah telur juga.. Untuk pertama kalinya saya merasakan bagaimana senangnya melihat karya saya dimuat di media. Uhuyy ^_^

Karya pertama ini, dimuat di Kompas Klasika Nusantara Bertutur edisi 20 Desember 2015. Mengambil tema sesuai jadwal yang dikeluarkan oleh Nubi (Nusantara Bertutur) yaitu Hari Ibu, dengan judul 'Ibuku Sayang Ibuku Cerewet'.

Bagi teman-teman yang ingin membacanya, silahkan.. Ini versi aslinya, sebelum diedit. Terima kasih sebelumnya ^_^





Ibuku Cerewet Ibuku Sayang
Oleh: Vina Maria.A

Hari ini Naya malas pulang. Habisnya Ibu terlalu mengatur. Pagi-pagi sudah cerewet menyuruh segera mandi. Sarapan harus dikunyah pelan-pelan dan harus habis. Pulang sekolah, Ibu cerewet menyuruh Naya ganti baju, cuci tangan dan kaki, makan siang, bikin PR. Huh, padahal santai sebentar menonton televisi kan tidak apa-apa. Nanti juga dilakukan, gerutu Naya.
Kali ini Naya mau pulang terlambat. Biar saja sekalian Ibu marah. Naya membelokkan sepedanya ke Solo City Walk.  “Rasanya tenang sekali tidak mendengar omelan Ibu,” gumam Naya seraya bersepeda melintasi pepohonan.
Tiba-tiba gerimis turun. Naya bergegas mengayuh sepedanya. Tapi hujan malah bertambah deras, terpaksa Naya berteduh di depan sebuah toko batik.
Sudah setengah jam lebih, hujan belum juga reda. Perut Naya sudah berbunyi, tanda minta diisi. Naya juga kedinginan. Brrr..,
Tak lama Ibu datang dengan membawa payung. “Naya! Syukurlah, kamu disini.” Ibu mengeluarkan jas hujan dari tas keresek hitam di tangannya. “Pakai ini,” ujar Ibu sambil memakaikannya ke badan Naya.
Tangan Ibu yang satu menuntun sepeda Naya, tangan satunya lagi memegang payung untuk menaungi mereka. Tapi hujan turun dengan lebat disertai angin, membuat Ibu tetap kebasahan.
Sampai di rumah, Ibu segera memasak air hangat untuk Naya mandi.
“Hachii!” Ibu bersin. “Makan dulu supnya selagi hangat,” seru Ibu. “Hachii!” Ibu bersin lagi.
**
Besoknya, Naya bangun kesiangan. Seruan Ibu yang biasanya membangunkan Naya tidak kedengaran. Selesai mandi, Naya menuju ke meja makan untuk sarapan. Tapi hanya ada Bapak di situ.
“Ibu mana, Pak?” tanya Naya.
“Semalaman Ibu demam, menjelang subuh baru bisa tertidur.” Bapak beranjak dari kursinya. “Jangan lupa sarapan, Bapak sudah buatkan nasi goreng. Nanti siang Bapak pulang mau mengantar Ibu ke dokter.”
Ibu pasti sakit karena kehujanan kemarin. Naya lalu menyantap nasi gorengnya dengan terburu-buru. Naya tidak mau terlambat.
**
Naya masuk ke kelas berbarengan dengan  bel tanda masuk berbunyi. Tak lama, Pak Joko pun masuk.
“Anak-anak, silahkan keluarkan PR matematika kalian,” ujar Pak Joko.
Ya ampun, Naya lupa. Semalam Naya ketiduran. Akibatnya Naya dihukum berdiri di depan kelas. Malu sekali rasanya. Apalagi ini pertama kalinya Naya kelupaan tidak mengerjakan PR.
Tiba-tiba Naya merasakan perutnya melilit. Pasti karena tadi sarapan dengan terburu-buru, batin Naya.
Naya tercenung. Biasanya Ibu yang mengingatkan dan memeriksa PR-nya. Ibu juga yang membangunkannya pagi-pagi. Ibu sakit semua jadi berantakan. Ibu sakit juga gara-gara Naya.
Sekarang Naya paham, Ibu bukannya cerewet tapi peduli. Pulang sekolah nanti Naya harus minta maaf pada Ibu dan berterimakasih untuk kebaikannya selama ini. (Vin)
**