Waktu itu Bu Guru memancing imajinasi kami dengan sebuah gambar..gambar kupu-kupu. Kami diharuskan menulis sepuluh kalimat, begitu oke, lanjut lagi 10 kalimat. Nah, setelah kalimat kedua pulu ini yang seru. Bu Guru kembali melempar gambar untuk membelokkan jalan cerita. Tentu saja gambar yang diterima tiap muris berbeda. Kami harus siap-siap ngepot setelah menulis dua puluh kalimat.
Jujur saja saya kurang puas dengan jalan ceritanya. Rasa-rasanya kok maksa, ya.. Jadi saya gak berharap banyak. Eh, waktu naskah ini dimuat dan saya baca ulang..ternyata lumayan juga..haha.
Ya iyalah, makanya sama Bu Guru naskah ini lolos. xixixi..
**
Kebun
Bunga Siska
Oleh : Vina Maria
Agustina
Rasti mengintip kebun
sebelah. Kebun milik tetangganya, Siska. "Huh! Bunga-bunga miliknya sudah
bermekaran semua," gerutu Rasti. Rasti juga memiliki kebun yang ditanami
berbagai macam bunga. Tapi entah kenapa, bunga-bunga miliknya tidak pernah
mekar. Bahkan ada beberapa yang batang-batangnya tampak layu. Padahal Rasti membeli bibit bunga di
toko Florista, sama seperti Siska. Apa karena jarang disiram? Wah, jangan
ditanya! Rasti rutin menyirami kebunnya setiap pagi dan sore, bahkan rajin
diberi pupuk.
Hmm, aku akan mengamat-amati
Siska dan mengikuti semua gerak-gerik Siska dalam merawat tanaman bunga-bunga
miliknya. Apalagi hari ini, hari minggu, pas sekali. Tekad Rasti sudah bulat.
Rasti duduk di teras depan rumahnya sambil berpura-pura membaca buku.
Nah, itu dia! Siska
keluar dari rumahnya, dia membawa peralatan berkebun. Siska mulai memotong
ranting-ranting yang kering. "Ah, kalau seperti itu, aku juga sudah
lakukan," Rasti bergumam. Setelah itu, Siska mengambil selang dan mulai
menyirami tanaman bunga-bunganya. Mulai dari sebelah kiri ada bunga mawar merah
dan mawar putih. Lalu bergeser ke tengah, bunga melati,cempaka dan kenanga.
Terakhir di sisi kanan, deretan bunga bougenville beraneka warna.
Tak lama datang
kupu-kupu berwarna kuning. Semenit kemudian menyusul kupu-kupu lain yang tak
kalah cantik. Siska tampak bahagia dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Ah, Rasti jadi iri, aku juga mau kebunku
didatangi kupu-kupu cantik.
Rasti mengendap-endap ke
pagar pembatas antara kebun miliknya dan milik Siska. Sambil mengintip
dipegangnya pagar kayu tersebut. Tiba-tiba,
"Auww...," Rasti menjerit kesakitan. Rupanya, tangannya digigit semut
merah. Rasti melotot pada iring-iringan semut yang berjalan di atas pagar kayu.
Sepertinya semua mahluk hidup berpihak pada Siska. Mulai dari bunga-bunga,
kupu-kupu, sampai semut merah!
"Hai Ras..."
Rasti menengok ke arah
suara yang memanggilnya. Ternyata Siska! Dia sedang berdiri di hadapan Rasti
sekarang.Ini pasti gara-gara teriakan tadi. Rasti kesal.
"Tadi aku mendengar suara menjerit.
Waktu kutengok, ternyata kamu. Kenapa Ras?"
"Oh, ini tanganku digigit semut
merah," Rasti masih saja cemberut.
"Sebentar aku
ambilkan minyak kayu putih untuk tanganmu." Tanpa meminta persetujuan
Rasti, Siska segera berbalik, masuk ke dalam rumahnya. Tak lama kemudian, Siska
keluar dengan memegang minyak kayu putih di tangan kanannya. "Sini, mana
tanganmu yang digigit semut tadi?” tanya
Siska.
Meskipun ragu, Rasti
mengulurkan tangannya untuk diolesi minyak kayu putih oleh Siska.
"Nah, beres. Walau
masih sedikit pedih, tapi tidak akan bengkak kok," Siska tersenyum.
Rasti jadi ikut
tersenyum. "Kamu sedang apa, Sis?" Padahal Rasti sedari tadi sedang
mengamati Siska.
"Aku sedang berkebun,
Ras. Sekarang aku akan memberi pupuk. Ini dia pupuknya." Siska menunjukkan
kantong berisi pupuk. "Kamu mau bantu aku, Ras? Biasanya aku dibantu
adikku, tapi kali ini dia berenang dengan temannya." Rasti mengangguk, dia
memang penasaran dengan kebun bunga milik Siska. "Ini, pakai sarung
tangannya dulu, Ras." Siska menyerahkan sepasang sarung tangan berwarna
merah jambu. "Nah, ini sendok takaran untuk pupuknya. Satu buat kamu yang
satu lagi buat aku.Ini jenis pupuk organik padat. Ayahku sendiri lho, yang
membuatnya. Kalau Rasti mau, boleh kok melihat proses pembuatannya di halaman
belakang," Siska berbicara tanpa henti.
Wah, Siska senang
sekali jika bercerita tentang perawatan
kebunnya. Bahkan sambil memberi pupuk, Siska mengajak bicara bunga-bunga miliknya.
"Nah, ini pupuk buat kamu melati. Semoga kamu tumbuh subur ya..,"
sahut Siska pada Melati, bunga di kebunnya.
Rasti melihat Siska
begitu bahagia dalam merawat bunga-bunganya. Mungkin karena itu ya, bunga-bunga
itu juga bahagia. Mereka bermekaran, tidak seperti bunga-bungaku, pikir Rasti. Ah,
selama ini Rasti suka terpaksa kalau berkebun. Hanya karena ingin
bunga-bunganya cepat mekar saja. "Sis, kamu lucu sekali deh, mengajak
bicara bunga-bunga milikmu," Rasti tersenyum lebar. Siska tersenyum,
"Tumbuhan itu mahluk hidup, mereka juga punya perasaan. Begitu kata Ibuku
dulu."
***
Rasti memetik beberapa
bunga mawar putih dan juga mawar merah. Bukan dari kebun milik Siska, tapi dari
kebun bunga miliknya sendiri. Sejak Rasti melihat cara Siska berkebun, mereka
jadi berteman dekat. Siska juga yang membantu Rasti merawat kebunnya. Tentu
hanya di awal saja, karena Rasti juga ingin merasakan kebahagiaan merawat
bunga-bunganya sendiri. Seperti Siska.
Dua buket mawar sudah
siap. Satu buket mawar putih akan diberikan untuk Siska. Hari ini, hari
peringatan 2 tahun kepergian ibunya. Semoga mawar putih ini bisa membawa
kebahagiaan buat Siska. Dan buket bunga yang lain, mawar merah, untuk mami.
Mami yang selalu membawa kebahagian buat Rasti. (Vin)
**