Dan lahirlah cerita ini. Puji Tuhan langsung dimuat.
Yah, kadang kita memang harus memaksa kita untuk tetap menulis. Seorang penulis..bahkan banyak penulis pernah berkata kalau menulis itu bukan bergantung pada mood. Setuju, kan?! ;)
**
Ryza
dan Nasi
Sudah dua hari Ryza menginap di rumah
Kakek dan Nenek, di Ciracap, Sukabumi, Jawa Barat dalam rangka libur sekolah.
Sudah dua hari juga Nenek mendapati nasi tersisa di piring Ryza.
“Kenapa tidak dihabiskan, Za?” tanya
Nenek.
“Ryza kenyang, Nek,” jawab Ryza santai.
Esoknya, Nenek melihat Ryza hendak
membuang sisa nasi ke tong sampah.
“Jangan! Itu bisa dikasih ke ayam
peliharaan Kakek,” cegah Nenek, “Sebaiknya makan itu harus dihabiskan. Sayang
nasinya,” nasehat Nenek.
Ryza hanya mengangguk. Membuang sedikit
nasi tentu tidak masalah. Pikir Ryza. Lagipula Ryza malas kalau harus
menyendokkan nasi berulang-ulang ke piringnya. Lebih praktis mengambil
sekaligus banyak.
“Ryza, ikut Kakek, yuk,” ajak Kakek.
Ternyata Kakek mengajak Ryza melihat sawah milik Kakek. Kening Ryza
berkerut. Untuk apa Kakek membawanya
kemari? Di depan Ryza ada seorang petani yang sedang membajak saawah.
“Kamu tahu apa yang dilakukan petani
usai membajak sawah?” tanya Kakek.
Ryza berpikir sejenak, ”Menanam padi,
Kek.”
Kakek menggeleng, “Setelah ini, sawah
diari dan didiamkan seminggu, digaru lalu diulang kembali prosesnya dari
membajak. Karenanya memakan waktu sampai dua minggu.”
Ryza mulai penasaran. “Supaya apa, Kek?”
“Menjegah tumbuhnya gulma,” jelas Kakek.
Lalu mereka berjalan lagi. Ryza sempat
melihat dua orang petani sedang menanam padi sambil berjalan mundur. Tibalah
mereka di hamparan sawah yang menguning. Kakek memetik satu bulir padi dan
menaruhnya di telapak tangan Riza.
“Di dalamnya ada beras yang biasa
dimasak Ibumu dan Nenek. Coba kamu buka!” perintah Kakek.
Ryza mencobanya. Ugh! Keras sekali. Ryza
menyerah.
“Mari, Kakek tunjukkan caranya,” undang
Kakek.
Mereka sampai di tempat dimana beberapa
petani tengah memukul-mukul batang padi.
“Mereka sedang memisahkan gabah dari
batangnya yang sebelumnya telah dijemur selama seminggu,” terang Kakek.
Ryza menelan ludah. Dia tidak mengira
nasi yang dibuangnya harus melewati proses yang panjang.
“Setelah ini, sudah jadi beras, Kek?”
tanya Ryza.
Kakek menggeleng. “Harus dikeringkan
kembali baru digiling agar gabah benar-benar terpisah dari beras.”
“Itu pun harus dimasak dahulu baru bisa
dimakan.” Ryza menunduk malu. “Ternyata
prosesnya panjang sekali, ya, Kek. Ryza baru tahu.”
Kakek memeluk bahu Ryza. “Karena itulah
Kakek mengajakmu kemari, supaya kamu tahu bagaimana sulitnya menanam padi itu.”
“Padahal Ryza suka sekali membuang-buang
nasi dan makanan-makanan lain,” sesal Ryza.
“Kamu tahu nama depanmu diambil
darimana?” selidik Kakek.
Ryza tak mengerti maksud Kakek. “Oryza,
Kek?”
“Diambil dari kata Oryza Sativa, itu nama latin dari tumbuhan padi, lho.” Kakek
mengedipkan matanya.
Mata Ryza membulat, “Wah, keren! Mulai
sekarang Ryza tidak akan membuang-buang nasi lagi, Kek.”
“Bagus! Kita memang harus menghargai
kerja keras para petani.” Kakek mengacungkan jempolnya.
“Dan juga Nenek yang sudah memasaknya,”
celetuk Ryza yang disambut dengan tawa Kakek. (vin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar